Dari Rakyat Biasa Hingga Penguasa, semua Bisa Mengakses
ESSAY
Efek
dari kemajuan tehnologi digital di era sekarang ini membuat siapapun dengan
mudah meng akses dan merasakan dimulai dari era pangsa pasar telepon pintar
global, serta penggaetan Android yang dipimpin oleh produk-produk Samsung di tahun
2013,
Sistem tehnologi telphon pintar dalam genggaman mulai merebak di kalangan
masyarakat, dengan harga yang cukup murah dan terjangkau pada masyarakat. Kini,
penikmat dan pemilik telephon pintar tidak hanya masyarakat golongan atas namun
menengah hingga bawahpun sebagian ada yang memiliki.
Indonesia
sendiri menurut Lembaga riset digital marketing
Emarketer memperkirakan pada 2018 jumlah pengguna aktif smartphone di Indonesia
lebih dari 100 juta orang. Dengan jumlah sebesar itu, Indonesia akan menjadi
negara dengan pengguna aktif smartphone terbesar keempat di dunia setelah Cina,
India, dan Amerika.
Namun
kepemilikan smartphone bukan satu-satunya syarat yang harus dipenuhi supaya
perkembangan teknologi digital berlangsung cepat. DBS Group Research dalam
hasil risetnya, Sink or Swim-Business Impact of Digital Technology,
menyimpulkan apabila penetrasi teknologi digital sangat dalam dan penggunaannya
meluas, dampak teknologi digital akan semakin dirasakan, khususnya di dunia
bisnis.
Contohnya
India. Di negara itu, penetrasi Internet belum dalam. Padahal India saat ini
adalah negara pengguna smartphone terbanyak nomor tiga di dunia. Tahun depan,
India bahkan diperkirakan menyalip Amerika di posisi kedua. Tapi belanja online
di negara itu tak melebihi 1 persen dari total penjualan retail pada 2013.
Indonesia
tak jauh berbeda dengan India. Penetrasi Internet di Indonesia pada 2014,
menurut Internetlivestats, berada di kisaran 17 persen. Sedangkan di India di
angka 19 persen. Tingkat penetrasi Internet di Indonesia bahkan kalah jauh
dibanding negara-negara Asia Tenggara, seperti Vietnam (43 persen), Filipina
(39 persen), Malaysia (40 persen), dan Singapura (81 persen)
Dalam
hal persentase belanja online, Indonesia juga tertinggal jauh. Survei yang
dilakukan Globalwebindex pada 2014 menemukan persentase penduduk Indonesia yang
melakukan pembelian secara online baru sekitar 16 persen. Angka ini sedikit
lebih baik daripada India mencatat angka 14 persen. Namun Indonesia tertinggal
jauh oleh Singapura yang sudah mencapai angka 46 persen.
Tapi,
dengan kondisi penetrasi Internet belum dalam seperti saat ini, Indonesia sudah
mulai dilirik investor yang berminat berinvestasi di industri digital. Data
dari Techlist seperti dikutip dari media teknologi Techinasia menyebutkan, pada
kuartal pertama 2015, di Asia Tenggara ada 93 perusahaan startup (rintisan)
yang memperoleh pendanaan. Dari jumlah itu, 24 di antarannya merupakan startup
Indonesia. MatahariMall mendapat pendanaan terbesar dengan total investasi Rp
6,51 triliun.
Pada
tahun-tahun sebelumnya juga ada beberapa perusahaan digital Indonesia yang
mendapat investasi besar. Go-Jek umpamanya, berhasil mendapatkan pendanaan Rp
2,8 triliun dari Northstar Group. Ada juga Tokopedia yang tahun lalu
mendapatkan Rp 1,4 triliun dari Softbank dan Sequoia Capital.
Indonesia
mempunyai peluang untuk tumbuh sangat cepat dan besar. Kebutuhan terbesar saat
ini adalah dukungan dari pemerintah supaya industri digital Indonesia bisa
mengatasi ketertinggalan oleh negara lain. Penetrasi Internet harus bisa
ditingkatkan dengan cepat. Tidak hanya terfokus di Jawa, tapi juga tersebar di
daerah lain di Indonesia. Pemerintah juga harus membuka jalan dan memberikan
berbagai insentif agar industri digital ini bisa tumbuh dan mendapat akses
pendanaan.
Dibanding
Singapura, Indonesia memiliki keunggulan dengan jumlah penduduk yang bisa
menjadi pasar sangat besar. Namun langkah progresif sudah banyak dilakukan,
sehingga Singapura kini menjelma menjadi pusat ekosistem startup di Asia.
Singapura bisa masuk ke pasar-pasar besar Asia, seperti Cina, India, dan
Indonesia. Juga Malaysia, Filipina, serta Thailand. Salah satu keunggulan
Singapura adalah akses terhadap pendanaan yang sangat besar.
Sejumlah
perusahaan digital Singapura sudah merambah Indonesia, antara lain GrabTaxi.
Perusahaan yang baru saja mendapatkan suntikan dana sebesar Rp 3,6 triliun dari
Softbank ini juga mengembangkan layanan aplikasi transportasi sepeda motor yang
diberi nama GrabBike. GrabBike saat ini menjadi pesaing serius perusahaan
Indonesia, Go-Jek.
Adapun
pemerintah sepertinya sudah mulai menyadari bahwa industri digital penting
untuk bisa tumbuh dengan cepat. Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara
pada awal 2015 sempat berjanji akan menghimpun dana US$ 1 miliar dari para
pengusaha swasta untuk diinvestasikan ke startup digital.
Baru-baru
ini, Rudiantara mengatakan pemerintah akan membangun akses Internet sampai ke
desa.Pemerintah juga membuka kesempatan kepada pengembang untuk menyediakan
aplikasi digital yang bisa membantu perkembangan potensi desa misalnya di
bidang pertanian atau kelautan.
Ini
merupakan sinyal bagus dari pemerintah. Apabila terwujud, langkah ini bisa
"membangunkan" Indonesia, sehingga benar-benar bisa menjadi
"raksasa" teknologi digital Asia atau bahkan dunia. (Edtr)
Sumber
: http://www.tempo.co/read/kolom/2015/10/02/2310/indonesia-raksasa-teknologi-digital-asia,
kominfo.go.id.
Comments
Post a Comment